Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur,
asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat
penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat
asalnya (Zamahsyari Dhofir, 1982: 18). Menurut Manfred dalam Ziemek
(1986) kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe-
dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah
tempat para santri. Terkadang juga dianggap
sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka
menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan
manusia baik-baik. Sedangkan menurut Geertz pengertian pesantren
diturunkan dari bahasa India Shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang
pandai menulis, maksudnya pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang
pandai membaca dan menulis. Dia menganggap bahwa pesantren dimodifikasi
dari para Hindu (Wahjoetomo, 1997: 70)
Dalam buku Pola Pembelajaran di Pesantren (Depag, 2003: 4-5), disebutkan
istilah pesantren berasal dari India, karena adanya persamaan bentuk
antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Budha di
India ini dapat dilihat juga pada beberapa unsur yang tidak dijumpai
pada sistem pendidikan Islam yang asli di Mekkah. Unsur tersebut antara
lain seluruh sistem pendidikannya berisi murni nilai-nilai agama, kiai
tidak mendapatkan gaji, penghormatan yang tinggi kapada guru serta letak
pesantren yang didirikan di luar kota. Data ini oleh sebagian penulis
sejarah pesantren dijadikan sebagai alasan untuk membuktikan asal-usul
pesantren adalah karena pengaruh dari India.
Terlepas dari pebedaan istilah pesantren tersebut, karena yang
dimaksudkan dengan istilah pesantren dalam pembahasan ini adalah sebuah
lembaga pendidikan dan pengembangan Islam, dalam pengembangannya di Jawa
telah dirintis oleh wali songgo. Di antaranya syekh Maulana Malik
Ibrahim (w 8 April 1419 H) dan dikembangkan oleh muridnya Raden Rahmad
(sunan Ampel) (Wahjoetomo, 1997: 70).
Di antara komponen-komonen yang terdapat pada sebuah pesantren adalah;
(1) pondok (asrama santri), (2) masjid, (3) santri, (4) pengajaran
kitab-kitab klasik/kitab kuning, (5) kiai dan ustadz (6)
madrasah/sekolah (Depag, 2003: 8 ) serta (7) sistem tata nilai (salaf/
tradisional-khalaf/modern) sebagai ruh setiap pesantren. Pada
pesantren-pesantren tertentu terdapat pula di dalammya madrasah atau
sekolah dengan segala kelengkapannya.
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni
pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). (1)
Pesantrer salaf menurut Zamakhsyari Dhofier, (dalam Wahjoetomo, 1997:
83) adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab
Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah
ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan, yang dipakai dalam
lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran
pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf memang lebih sering
menerapkan model sorogan dan wetonan. Istilah weton berasal dari bahasa
Jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini
dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah
mengerjakan shalat fardhu. (2) Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren
yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang
dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah
umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam
lingkungannya (Depag, 2003: 87). Dengan demikian pesantren modern
merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernkan pada
segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar